Kesadaran Hukum dalam Membentuk Ketaatan Hukum
sering kita dengar atau membaca pernyataan-pernyataan yang mengidentikan “Kesadaran Hukum” dengan “ketaatan hukum” atau “kepatuhan hukum”, sehingga sering terjadi persepsi yang keliru. Pelurusan presepsi keliru itu permah disosialisasikan oleh Oetoyo Usman, ketika menjabat mentri kehakiman yang di mana-mana dalam berbagai kesempatan menjelaskan bahwa “Kesadaran hukum itu ada dua :
- Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaan hukum; dan
- Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidak taatan hukum
Kesadaran hukum yang baik memahami hak dan kewajiban mereka di bawah hukum. Mereka tahu apa yang dijamin oleh hukum sebagai hak mereka dan apa yang diharapkan dari mereka sebagai warga negara atau anggota masyarakat. ketaan hukum juga mencakup etika hukum, yaitu pemahaman tentang pentingnya ketaatan terhadap hukum sebagai bagian dari tanggung jawab moral. Ini berarti bahwa individu melihat ketaatan hukum sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar kewajiban hukum, tetapi juga sebagai kontribusi positif terhadap masyarakat.
Saya mengutip beberapa defenisi kesadaran hukum menurut pakar hukum, Ewick dan Siley, Kesadaran Hukum mengacu pada cara – cara di mana orang – orang memahami hukum dan institusi-institusi hukum yaitu pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang.
Ewick dan Siley mengartikan, kesadaran hukum terbentuk dalam tindakan, dengan kata lain persoalan hukum adalah hukum sebagai perilaku individu. Dengan demikian, pandangan Ewick dan Sibley menunjukkan bahwa hukum adalah lebih dari sekadar dokumen-dokumen hukum yang kaku, melainkan juga termanifestasi dalam interaksi, perilaku sehari-hari individu dalam sistem hukum.
Pada literatur – literatur hukum yang ditulis para pakar terkenal di dunia memang dibedakan adanya dua jenis kesadaran hukum, yaitu:
Legal Conscioussnes as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesui dengan aturan hukum yang disadarinya atau dipahaminya. Kesadaran hukum yang baik dan ketaatan hukum saling terkait dan bisa memperkuat satu sama lain. Namun, faktor lain seperti norma sosial, ekonomi, dan budaya juga dapat memengaruhi keputusan individu untuk patuh atau melanggar hukum.
Legal Conscioussnes as againts the law, Kesadaran hukum dalam wujud menentang hukum atau melanggar hukum, menggambarkan situasi di mana kesadaran hukum seseorang atau kelompok orang tidak sejalan dengan hukum yang berlaku, atau mereka dengan sengaja melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Sebagai contoh Protes Massa yang Melibatkan Pelanggaran Hukum. Demonstrasi besar-besaran yang berubah menjadi kerusuhan, pembakaran, atau tindakan kekerasan yang melibatkan kerusakan properti dan cedera fisik. Meskipun beberapa peserta mungkin memiliki tuntutan yang sah, tindakan kekerasan atau kerusuhan melanggar hukum. Beberapa orang mungkin melihat tindakan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan atau ketidaksetujuan terhadap sistem hukum yang ada, sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai pelanggaran hukum yang tidak dapat diterima.
Contoh lainnya, si Jago memiliki kesadaran hukum yaitu memahami bahwa menerobos lampu merah adalah melanggar hukum dan yang dapat menanggkapnya adalah Polantas dimana sangsinya berupa denda. Dengan kesadaran hukumnya si Jago itu bisa menaati hukum karena ketika ia sedang berkendaraan ia melihat polantas yang mengawasi disekitar lampu merah. Tetapi pada waktu lain ketika si Jago mau buru – buru karena ada sesuatu yang mendesak dan secara kebetulan disekitar lampu merah tidak ada Polantas dan juga arus lalu lintas sepi, akhirnya si Jago melanggar lalulintas dengan menerobos lampu merah dengan “Kesadaran”.
Oleh karena itu, Dengan kesadaran hukumnya seseorang dapat berlaku postif yaitu menaati hukum, tetapi sebaliknya seseorang juga dapat berperilaku negatif yaitu melanggar hukum, sehingga kesadaran hukum tidak bersifat permanen atau tidak konsisten. Kesadaran hukum yang tinggi atau postif cenderung berkontribusi pada ketaatan hukum yang lebih baik. Ketika seseorang memahami hukum dengan baik, mereka cenderung lebih cermat dalam mematuhi aturan-aturan tersebut. Namun, kesadaran hukum yang negatif di pengaruhi beberapa faktor lain, seperti motivasi, tekanan eksternal, dan nilai-nilai pribadi, juga dapat memengaruhi perilaku ketaatan hukum. Maka, kesadaran hukum negatif masyarakat harus dibiasakan dan diubah menjadi hukum kesadaran positif.
Kesadaran hukum mengacu pada pemahaman seseorang terhadap norma-norma hukum, nilai-nilai, dan kewajiban-kewajiban yang ada dalam sistem hukum suatu negara. Sedangkan ketaatan hukum mengacu pada perilaku atau tindakan seseorang yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Meskipun memiliki keterkaitan, kesadaran hukum tidak selalu menghasilkan ketaatan hukum yang tinggi, karena faktor-faktor seperti motivasi, tekanan eksternal, dan nilai-nilai pribadi juga memengaruhi perilaku seseorang terhadap hukum. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa meskipun seseorang memiliki kesadaran hukum yang tinggi, itu tidak selalu mengarah pada ketaatan hukum yang sama tingginya.
Oleh, Niatman Aperli Gea, S.E.,S.H.,CIAS